Perlawanan Pangeran Diponegoro
Di Goa Selarong
Oleh : Alousyus Fendi Apriyanto
A.
Pendahuluan
Perlawanan
Pangeran Diponegoro terhadap kolonial Belanda pada tahun 1825 sampai 1830 sangat terkait dengan nama suatu tempat,
yaitu Goa Selarong. Goa Selarong merupakan tempat dimana pasukan Diponegoro dan
para pengikutnya melarikan diri dari Belanda, selain sebagai persembunyian
tempat ini juga dijadikan markas bagi pasukan Diponegoro.
Goa Selarong adalah saksi sejarah perjuangan Pangeran
Diponegoro dan laskarnya yang digunakan sebagai markas gerilya melawan
penjajahan Belanda. Dari area goa inilah Pangeran Diponegoro menyusun taktik
dan berdiskusi dengan para pengikutnya dalam upaya melakukan serangan kepada
Belanda. Selama bermarkas di Goa Selarong, laskar Pangeran Diponegoro telah
diserang tiga kali oleh Belanda, yaitu pada tanggal 25 Juli, 3 Oktober, dan 4
Oktober 1825. Peperangan yang terjadi antara Laskar Pangeran Diponegoro dan
Belanda itu dikenal dengan nama Perang
Jawa yang berlangsung selama lima tahun, yaitu pada tahun 1825 - 1830.
B.
Goa Selarong
Goa
Selarong terletak di Dukuh Kembang Putihan, Kelurahan Guwosari, Kecamatan
Pajangan, Kabupaten Bantul. Goa Selarong ini letaknya kurang lebih 5 km sebelah
Barat Laut kota Bantul. Sebelum bernama Goa Selarong goa ini bernama Goa
Secang, hal ini disebabkan dahulu dipergunakan Kyai Secang untuk bertapa.
Kemudian bernama Goa Selarong sebab berasal dari kata sila-rong. Pada waktu itu Pangeran Diponegoro bersemedi maupun
mengatur strategi perang, beliau sila (bersila) di dalam goa, yang artinya
bersila di goa. Goa Selarong jumlahnya ada dua yaitu Goa Kakung dan Goa Putri.
Goa
Kakung berukuran 3 × 2 × 1,5 m. Goa Kakung ini merupakan tempat persembunyian
dan mengatur strategi perang bagi Pangeran Diponegoro sewaktu Selarong menjadi markas besar pasukan Diponegoro
melawan Belanda. Goa yang kedua adalah Goa Putri, letaknya kira-kira 100 m
sebelah kiri Goa Kakung. Goa Putri itu lebih luas dan panjang jika dibandingkan
dengan Goa Kakung. Ukurannya 12 × 10 × 1,5 m.
Pada
masa perlawanan Pangeran Diponegoro, Goa Putri dipergunakan sebagai tempat
persembunyian para putri dan istri pemimpin pasukan Diponegoro. Goa Selarong
letaknya di atas perbukitan padas sehingga sangat strategis dan menguntungkan
untuk pertahanan serta mengatur strategi perang. Hal tersebut tentu saja
merupakan modal yang sangat penting untuk mendukung perjuangan Pangeran
Diponegoro dalam melawan penjajah Belanda. Di Goa Selarong ini dulu banyak
diketemukan senjata yang pernah dipergunakan para prajurit pasukan Diponegoro
seperti keris, tombak, pedang dan sebagainya. Sekarang senjata-senjata tersebut
disimpan di Museum Monumen Pangeran Diponegoro Tegalrejo.
Pada
waktu dilaksanakan peringatan 100 tahun meninggalnya Pangeran Diponegoro
tanggal 8 Januari 1995, Goa Selarong mulai dipagar oleh pemerintah. Adapun
gunanya adalah untuk mengenang peristiwa bersejarah dan perjuangan Pangeran
Diponegoro beserta rakyat melawan penjajah Belanda, memberikan informasi dan
pengetahuan pada masyarakat tentang perjuangan Pangeran Diponegoro dan untuk
obyek wisata. Atas dasar pengertian tersebut maka dengan dipugarnya Goa
Selarong diharapkan supaya generasi muda dan masyarakat lebih mengenal dan
menghayati perjuangan untuk dilestarikan dan sebagai sumber daya spiritual bagi
pembangunan nasional
C.
Uraian
Tentang Peristiwa Sejarah
Sebagai
kita ketahui bahwa pada permulaan abad ke-19 pengaruh Belanda pada Kasunanan
Surakarta dan Kesultanan Yogyakarta makin kuat. Pada masa pemerintahan Deandels
terdapat usaha mencampuri urusan tatacara di Kraton. Misalnya, Deandels menghendaki
persamaan derajat dengan Sunan atau Sultan pada waktu upacara kunjungan resmi
yang diadakan di kraton. Dalam upacara tersebut pembesar Belanda supaya
diijinkan duduk sejajar dengan Raja dan sajian sirih supaya dihapus. Raffles
meneruskan usaha yang sama terhadap kehidupan kraton. Keadaan yang
demikian menimbulkan rasa kecewa dan
tidak senang diantara golongan bangsawan. Mereka menganggap bahwa martabat
kerajaan menjadi merosot akibat tindakan Belanda tersebut. Tambahan lagi
setelah kebiasaan minum-minuman keras beredar di kalangan bangsawan atau rakyat
umum. Kekecewaan dan kekhawatiran di kalangan golongan alim ulama di kraton
makin meningkat. Kebiasaan yang timbul dari pergaulan dengan orang barat
semacam ini dianggap membahayakan kehidupan agama Sultan dimana golongan alim
ulama tidak lagi dipandang sebagai Khalifah.
Sebelum
Pangeran Diponegoro mengangkat senjata melawan Belanda situasi kraton selalu
kacau akibat penggantian tahta dari Sultan Sepuh dengan Sultan Raja kemudian
kembali lagi ketangan Sultan Sepuh. Timbullah intrik-intrik di dalam kraton
yang dilakukan oleh masing-masing pendukung sultan tersebut.
Kasus pengangkatan Wali Sultan Hamengku Buwono V
sempat pula menimbulkan perselisihan di kalangan kraton. Disamping itu masih
ditambah pula kasus persekutuan jahat antara Residen Belanda di Yogyakarta De
Salis maupun penggantinya Smissaert dengan Patih Danurejo IV dan Raden Tumenggung
Secodiningrat yang bermaksud menyingkirkan Pangeran Diponegoro dan merongrong
kekuasaan Sultan. Hal itu tampak jelas dalam masalah perwalian sultan. Pangeran
Diponegoro selalu dikesampingkan dengan cara tidak pernah diajak memecahkan
persoalan-persoalan kraton.
Kecuali
itu legitimasi Belanda terhadap Patih Danurejo menyebabkan Ia berpengaruh besar
atas sultan. Hal ini terbukti waktu menetapkan pajak-pajak bara dengan alasan
menutup kas kerajaan. Padahal masalah tersebut ditentang keras oleh Pangeran
Diponegoro. Pertentangan intern bangsawan maupun antara golongan masyarakat
mengundang intervensi Belanda. Maka timbullah kelompok pro dan kontra terhadap
kekuasaan penjajah baik dikalangan penguasa bangsawan maupun rakyat.
Padahal
kehidupan rakyat benar-benar resah dan menderita akibat sistem ekonomi koloni
maupun pungutan berbagai pajak, rodi serta paksaan-paksaan lainnya. Keadaan
tersebut menyebabkan rakyat mengharap datangnya semacam mesias atau ratu adil
yang membebaskan mereka dari penderitaan dengan pemimpin kearah perbaikan,
rakyat melihat Pangeran Diponegoro sebagai ratu adil sehingga mendengar beliau
melawan Belanda, rakyat spontan bangkit serentak mengikuti pemimpinnya.
Lebih-lebih lagi ajakan dari para ulama mendapat sambutan karena tekanan hidup,
sikap anti terhadap kekuasaan asing serta terdorong oleh keyakinan agama.
Ikatan tradisional dalam masyarakat untuk ketaatan pada atasan dan pemimpin
agama menjadi faktor terpenuhinya sikap tersebut.
Kebencian
meningkat menjadi kemarahan ketika Belanda mencoba membuat jalan melalui tanah
milik Pangeran Diponegoro di Tegalrejo tanpa meminta ijin atau membicarakan dahulu
dengan beliau. Sebelum jalan mulai dikerjakan dipasang tonggak-tonggak. Oleh
orang-orang suruhan Pangeran Diponegoro tonggak-tonggak tadi dicabuti, tindakan
ini membuat Belanda marah.
Kemudian
Belanda mengutus Pangeran Mangkubumi memanggil Pangeran Diponegoro untuk datang
ke kraton. Akan tetapi Pangeran Mangkubumi sendiri tidak mau kembali ke kraton.
Belanda mengutus lagi pangeran yang lain untuk memanggil Pangeran Diponegoro
dan Pangeran Mangkubumi untuk datang ke kraton. Akan tetapi sebelum utusan tersebut
kembali, Belanda telah datang ke Tegalrejo membakar dan menembaki rumah
Pangeran Diponegoro. Peristiwa ini terjadi pada tanggal 20 Juli 1825. Kemudian
Pangeran Diponegoro serta Pangeran Mangkubumi dan keluarganya meloloskan diri
naik kuda dengan merusak pagar tembok yang terletak disebelah barat pendopo
Tegalrejo menuju Selarong. Dengan demikian mulailah perlawanan Pangeran
Diponegoro pada tanggal 20 Juli 1825.
Pangeran
Diponegoro menjadikan Selarong sebagai pusat perjuangan dan mengatur siasat perlawanan.
Pengikutnya makin bertambah banyak. Para bangsawan, rakyat berduyun-duyun
datang ke Selarong untuk menggabungkan diri. Kyai Mojo seorang ulama terkenal
dari Surakarta juga menggabungkan diri. Demikian juga Basah Sentot Prawirodirjo
ikut membantu perlawanan Diponegoro terhadap Belanda. Semboyan perang Sabil
dikumandangkan ke segenap pengikutnya baik yang ada di Selarong maupun yang ada
di daerah lain. Bahkan seorang Kyai bernama Hasan Basri diutus Pangeran
Diponegoro untuk mengabarkan Perang Sabil di daerah Kedu.
Pangeran
Adinegoro adik Pangeran Diponegoro yang ada di Yogyakarta menyusul ke Selarong
dengan membawa 200 prajurit sebagai bantuan. Di Selarong inilah Pangeran
Diponegoro membagi tugas untuk melakukan perlawanan terhadap Belanda. Pangeran
Adinegoro diangkat sebagai Patih dengan gelar Pangeran Suryongiogo, kemudian
Pangeran Suryongiogo ini ditugaskan mengadakan perlawanan terhadap Belanda di
daerah sekitar Yogyakarta. Pangeran Ontowiryo dengan di dampingi Tumenggung
Dani Kusumo diberi tugas melakukan perlawanan di daerah Bagelen. Perlu
diketahui bahwa Pangeran Ontowiryo ini adalah putra Pangeran Diponegoro yang
kemudian bergelar juga Pangeran Diponegoro. Pangeran Adiwinoto didampingi
Tumenggung Joyomustopo ditugaskan memimpin perlawanan di daerah Kowanu. Pangeran
Adisuryo dan Pangeran Sumonegoro ditugaskan mengadakan perlawanan di daerah
Kulonprogo. Sedangkan di daerah sebelah utara Yogyakarta pimpinan perlawanan
diserahkan kepada Pangeran Joyokusumo dan Tumenggung Surodilogo. Pimpinan
perlawanan di daerah Yogyakarta bagian timur diserahkan kepada Tumenggung
Suryonegoro dan Suronegoro, Somodinigrat serta Joyowinoto.
Pertahanan
markas besar Selarong dan sekitarnya diserahkan kepada Pangeran Joyonegoro,
Pangeran Suryodiningrat dan Pangeran Joyowinoto. Adapun perlawanan di
Gunungkidul dipimpin oleh Pangeran Singosari dan Pangeran Warsokusumo. Perlawanan
di daerah Pajang di serahkan kepada Tumenggung Mertoloyo Wiryokusumo,
Surdorejo. Perlawanan di daerah Sukowati dipimin oleh Kartodirjo. Sedangkan
Bupati Mangunegoro memimpin perlawanan di daerah Madiun, Magetan, Kediri dan
sekitarnya.
Insiden
Teglrejo dengan cepat sampai ke Batavia. Gubernur Jendral Van Den Capellen
menugaskan Jendral De Kock untuk mengatasi perlawanan Diponegoro. Jenderal De
Kock tiba di Semarang pada tanggal 29 Juli 1825 dan tiba di keraton Surakarta
tanggal 30 Juli 1825. Sri Sultan Paku Buwono bersedia membantu Jenderal De Kock
untuk memadamkan perlawanan Pangeran Diponegoro.
Untuk
memadamkan perlawanan Pangeran Diponegoro di sekitar Yogyakarta Belanda
mendatangkan pasukan dari Semarang. Sesampainya di desa Logorok bala bantuan
yang dipimpin Kapten Keemsius diserang oleh pasukan Pangeran Dionegoro di bawah
pimpinan Mulyosentiko. Sebagian besar pasukan Belanda yang berjumlah 200 orang
meninggal, senjatanya dirampas beserta uang 50.000 Gulden yang akan disampaikan
kepada Residen Yogyakarta. Barang rampasan ini kemudian dibawa ke Selarong.
Kemenangan pasukan Pangeran Diponegoro ini terjadi pada akhir Juli 1825.
Mendengar
kemenangan pasukan Pangeran Diponegoro di Logorok membuat rakyat makin
bersemangat menentang Belanda. Keluarga Keraton Yogyakarta menjadi ketakutan lalu
berlindung di dalam benteng Belanda. Banyak alim ulama keraton meninggalkan
keraton danikut berjuang dengan pasukan Pangeran Diponegoro.
Belanda
berusaha untuk mengadakan serangan balasan. Pasukan Belanda di bawah pimpinan
Jenderal De Kock mengadakan serangan besar-besaran ke markas besar Selarong.
Serangan besar-besaran ke Selarong ini dilaksanakan pada tanggal 2 dan 4
Oktober 1825, namun Selarong sudah kosong ditinggalkan oleh Pangeran
Diponegoro. Setiap kali Selarong di serang Belanda, Pangeran Diponegoro dan
pengikutnya bersembunyi di Goa Selarong. Begitu Belanda meninggalkan Selarong
maka Pangeran Diponegoro kembali lagi ke Selarong. Hal ini disebabkan Pangeran
Diponegoro menggunakan siasat perang gerilya dan sedapat mungkin menghindari
perang besar-besaran. Demikianlah sampai beberapa kali Belanda selalu gagal
untuk menangkap dan mengalahkan Pangeran Diponegoro.
Oleh
karena markas besar Selarong tidak aman lagi, maka Pangeran Diponegoro
memindahkan markas besarnya ke Dekso. Meskipun Pangeran Diponegoro masih
menggunakan Selarong sebagai benteng pertahanan. Pernah Selarong diseran dan
diduduki oleh pasukan Mangkunegara. Akan tetapi ini tidak lama sebab pada
tanggal 4 Agustus 1826 Selatong berhasil direbut oleh pasukan Pinilih dan
pasukan Mulkyo.
C. Penyerangan
Belanda Terhadap Selarong
Selama
Pangeran Diponegoro bermarkas di Selarong mendapat serangan dari pasukan
Belanda sebanyak 3 kali :
Pertama :
Tanggal 25 Juli 1825 oleh pasukan yang dipimpin
Kapten Bouwens. Serangan ini merupakan balasan terhadap penyergapan yang
terjadi di desa Logorok dekat desa Pisangan. Serangan ini tidak membawa hasil
karena Selarong di kosongkan.
Kedua :
Pada akhir September, serangan besar-besaran dari
pasukan Belanda ini yang dipimpin oleh Mayor Sellewijn dan Letnan Achanbach. Di
samping itu dibantu oleh pasukan-pasukan Jawa dan Madura yang dipimpin oleh
Panembahan Sumenep, Pangeran Purbaya, Pangeran Harya Mataram, Pangeran
Suryadinigrat, Pangeran Suryaningprang dan lain-lain. Sampai di Selarong
ternyata Selarong telah dikosongkan. Setelah tahu kosong, maka tempat tersebut
ditinggalkan oleh Belanda. Pada hari berikutnya, tanggal 3 Oktober 1825,
Pangeran Diponegoro dan pasukannya muncul lagi di Selarong.
Ketiga :
Serangan ketiga tanggal 4 Oktober setelah pimpinan
pasukan Belanda diberitahu kalau Pangeran Diponegoro kembali ke Selarong. Akan
tetapi, serangan Belanda ini juga tidak berhasil, gagal, karena ketika Belanda
menyerang ke Selarong, ternyata telah dikosongkan oleh Pangeran Diponegoro dan
pasukannya yang telah mundur kembali ke Yogyakarta.
Pangeran
Diponegoro melaksanakan siasat perang gerilya, tidak melakukan secara frontal.
Jika Belnada ke Selarong, Selarong dikosongkan, jika Belanda pergi Pangeran
Diponegoro ke Selarong lagi. Jika Belanda menyerang, Pangeran Diponegoro
bersembunyi. Persembunyiannya di goa-goa pegunungan sebelah barat desa Selarong
di sebelah barat Sungai Bedog. Pimpinan pasukan Belanda tidak mengetahui tempat
persembunyian itu.
KESIMPULAN
Perjuangan
Pangeran Diponegoro dalam menghadapi Belanda yang terjadi di daerah Selarong
dan sekitarnya merupakan perjuangan
seluruh rakyat jawa, karena tanpa bantuan dari mereka Pangeran Diponegoro dan
pasukannya tidak mungkin dapat melawan penjajah Belanda. Selain dari masyarakat
sekitar, Goa Selarong juga menjadi faktor penting dari perlawanan Diponegoro,
Goa Selarong merupakan tempat dimana pasukan dan pengikut Pangeran Diponegoro
bersembunyi dari Belanda, tanpa adanya tempat ini pasukan Diponegoro mudah
untuk ditangakap Belanda.
Perjuangan
Pangeran Diponegoro dalam mengusir penjajah Belanda merupakan suatu perjuangan
bersenjata yang menggambarkan adanya nilai-nilai kepahlawanan yang perlu
dicontoh oleh generasi muda. Di contoh dalam arti meneruskan semangat
perjuangannya dalam rangka terwujudnya pembangunan Nasional. Dari rangkaian
kisah perjuangan Pangeran Diponegoro memperlihatkan bahwa beliau adalah
pemimpin yang sangat di segani baik oleh kawan maupun lawan. Beliau berjuang
dengan prinsip tidak mengenal menyerah, sebuah perjuangan yang mendapat
dukungan dari semua lapisan masyarakat. Perang yang dilakukan secara spontan
untuk melawan terhadap kesewenangan dan ketidakadilan yang dilakukan oleh
Belanda kepada Bangsa Indonesia. Kehadiran Pangeran Diponegoro ditengah
rakyatnya selalu di dambakan yang kala itu hidupnya sangat tertindas.
Diponegoro
dapat membuktikan dan mampu menyusun starategi perlawanan dalam perang gerilya,
yang terorganisir dan menguasai wilayah yang sangat luas. Pembagian
wilayah perlawanan, taktik, dan gerakan bumi hangus serta pemutusan jalur
bantuan pasukan dan logistik lawan adalah bagian dari strategi perangnya.
Dengan keberanian yang ada pada dirinya Pangeran Diponegoro tidak hanya mampu
bertahan tetapi juga mencari, menyerang kedudukan musuh, dan menguasainya.
Perlawanan tersebut sangat merepotkan Belanda. Untuk mengatasi masalah
ini Belanda harus mendatangkan satuan lain, bahkan ada yang khusus di
datangkan dari Belanda, dan akibat dari peristiwa ini pula kepala pemerintahan Belanda
di Yogyakarta di copot, karena dipandang tidak mampu mengetasi keadaan. Dalam
perang Diponegoro dapat menimbulkan korban yang banyak di pihak Belanda,
padahal bila di lihat dari persenjataan dan pengalaman bertempur sungguh sangat
tidak berimbang apa lagi sumberdaya manusia jauh sangat berbeda.
Dari
perjuangan yang dilakukan Diponegoro dapat dijadikan bukti bahwa Bangsa
Indonesia mencintai kemerdekaan dan menentang segala macam bentuk penjajahan.
Kita Prajurit Angkatan Darat sebagai generasi penerus harus menghormati dan
menghargai jasa Pangeran Diponegoro sebagai pahlawan dan pemimpin rakyat
sejati. Beliau lebih senang memilih hidup di tengah–tengah rakyatnya yang hidup
sederhana, untuk dapat merasakan penderitaan dan kesukaran yang dihadapi rakyatnya.
Pangeran Diponegoro namanya harum, harum, di puji, dan di sanjung, demikian
pula jiwa kepahlawanannya pun tetap dikenang hingga saat ini.
Kita
sebagai generasi yang hidup di masa kini dapat kembali mengenang dan mengambil
inti makna dari kisah Perang Diponegoro dengan mengambil nilai motivasi juang
dalam menegakkan kebenaran dan keadilan. Tekadnya untuk mengenai penjajah
adalah merupakan sikap patriot yang sejati dan cinta tanah air.
DAFTAR PUSTAKA
Marwati Djoened
Poesponegoro dan Nugraha Notosusanto. 1983. Sejarah
Nasional Indonesia IV. Jakarta
: Proyek Inventarisasi dan Dokumentasi Sejarah Nasional.
Sartono Kartodirjo.
1973. Perlawanan-Perlawanan Terhadap
Kolonialisme. Jakarta. Pusat Sejarah ABRI.
Id.wikipedia.Org/wiki/Pangeran Diponegoro
Selarong bukan dari kata Sila Rong tapi Pangeran Aryo Selarong atau Adipati Martopuro, Raja III Mataram. Cucu P. Senopati. Anak cucunya sampai sekarang masih banyak di Selarong. Gua Selarong dulu namanya Gua Secang. selarong adalah nama wilayah meliputi 6 Dusun. Kembang putihan adalah tempat Pangeran Diponegoro mendirikan padepokan dan tinggal di sana, di samping tegalrejo sejak 1812. Sejak 1823 sudah disiapkan menjadi markas dan bakal calon tempat kraton jika menang perang.
BalasHapus